Menemukan celah-2




            Meskipun aku hilang, aku masih hidup. Di tempat baru yang aneh ini bukanlah dunia kekal. Aku ternyata masih di dunia. Tempat dimana semua kejahatan dan kebaikan bersaing memburuku. Syukurlah, aku tidak mati.
            Waktu terus berjalan bersama kehidupan yang tak berhenti bergulir di hadapanku. Meskipun aku tidak hilang dan masih hidup. Aku merasakan sesuatu yang lain. Tubuhku masih kecil tetapi di dalam jiwaku kurasakan sebuah kedewasaan yang tubuh. Ini seperti efek kesendirian. Sambil melihat televisi dari celah tembok, air mataku terjatuh. Sebuah kegetiran kehidupan lagi-lagi menguatkan hatiku.
===
Satu tahun berlalu begitu lama. Beratnya hari-hari kemarin semakin terasa ketika menyisakan kenangan menyedihkan. Setelah merampungkan buku pelajaran hari ini, aku menjajaki jalanan menanjak bak mendaki ke puncak gunung, sendirian. Tidak peduli banyak teman-teman yang tersenyum bahagia duduk di atas kendaraan sambil memeluk erat tubuh bapak mereka. Tidak takut pada anjing peliharaan yang menyalak tiba-tiba. Tidak merasakan keringat yang bercucuran lelah. Meskipun begitu, aku tidak bisa tersenyum. Sesuatu terasa sangat berat di dalam hatiku. Rindu.
Anehnya aku tidak tahu untuk siapa rindu ini. Ketika pikiran anak kecil sepertiku menemukan kesimpulannya sendiri. Tidak ada yang menginginkanku. Bahkan orang tuaku sendiri. Di tengah gelombang kerinduan yang besar menyurusi jalan menuju sekolah, lagi-lagi kubuat kesimpulan sendiri. Aku rindu ketidaanku di dunia.
Hari pertama sekolah di tahun ajaran baru. Menyebalkan. Kelas kami digabung. Dua sekaligus. Satu meja panjang ditempati empat orang. Aku memilih kursi paling sudut. Menempatkan tas hitam besar milik sepupu laki-lakiku di sana. Kemudian menghilang ke belakang sekolah yang memiliki pemandangan tidak terkira. Lautan lepas yang memantulkan warna birunya langit. Dipinggirnya, berjejer pulau-pulau berwarna hijau yang menyejukkan mata. Dimana lagi bisa ada sekolah di atas bukit yang menyajikan pemandangan seperti ini? Tempat ini jauh dari gedung sekolah. Kita harus mendaki sedikit ke atas bukit yang lebih tinggi. Tidak jauh. Hanya beberapa meter dan kau bisa melihat indahnya alam di sana. Melupakan sejenak kegelisahan hatimu. Melupakan sejenak kesusahan hari-harimu.
Dari bukit ini, aku melihat dunia ku. Di tempat ini, aku menemukan celah kebahagiaan. Air mataku menetes lagi. Tempat ini membangunkan sesuatu yang berat di hatiku. Rindu. Ternyata aku salah. Rindu ini untuk tempat ternyaman yang pernah aku rasakan. Kampung halamanku. Di pesisir sana.

to be continued